FPP Adakan Kajian Aktual Islam dan Science (Konsep Ilmu dalam Islam dan Aplikasinya di Pendidikan Tinggi)

Rabu, 07 Februari 2018 11:15 WIB   Program Studi Teknologi Pangan

FPP Adakan Kajian Aktual Islam dan Science
(Konsep Ilmu dalam Islam dan Aplikasinya di Pendidikan Tinggi)

Fakultas Pertanian dan Peternakan (FPP) Universitas Muhammadiyah Malang mengadakan kajian aktual Islam dan Science pada hari Selasa, tanggal 6 Februari 2018. Acara diisi oleh Bapak Adian Husaini, MA., Ph.D di Aula Masjid A.R. Fachruddin Lantai 2 UMM dengan tema “Konsep Ilmu dalam Islam dan Aplikasinya di Pendidikan Tinggi”. Acara dihadiri oleh para dosen, karyawan, dan beberapa mahasiswa dari jurusan Agroteknologi, Agribisnis, Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP), Kehutanan, Peternakan, dan Perikanan.

Kajian berlangsung secara lancar, dibuka langsung oleh Bapak Dekan FPP yaitu, Dr. Ir. David Hermawan, MP., IPM dan dimoderatori oleh Ketua Jurusan Perikanan yaitu, Bapak Riza Rahman Hakim, S.Pi, M.Sc. Kajian diawali dengan perkenalan pembicara utama yaitu, Bapak Adian Husainin. Bapak Adian menempuh pendidikan formal SD-SMA di Bojonegoro, kota kelahiran beliau. Gelar sarjana yaitu, kedokteran hewan diperoleh di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 1989. Magister dalam Hubungan Internasional diperoleh di Program Pascasarjana Universitas Jayabaya. Gelar doktor dalam bidang Peradaban Islam diraih di International Institute of Islamic Thought and Civilization, Internasional Islmaic University Malaysia (ISTAC-IIUM).

 

Bapak Adian bersama Bapak Riza dan Bapak David

 

Bapak Adian membuka kajian dengan paparan mengenai beberapa sumber literatur menarik seperti makalah dari Prof. Satrio yang berjudul Mempertanyakan Cetak Biru Pendidikan Indonesia, buku dari Carol A. Wiley yang membahas bagaimana Amerika (Negara Barat) mampu meraih berbagai kemajuan namun belum mampu menemukan cara khusus membentuk generasi penerus yang mantab dan bertanggungjawab, serta buku populer dari Prof. Kevin Mac Donald yang berjudul The Culture of Critique-An Evaluation Analysis of Jewish Involment in Twentieth-Century Intellectual and Political Movements yang isinya menghebohkan dan disinyalir menghancurkan kepercayaan diri orang Barat. Peserta kajian diberi beberapa fakta menarik berdasarkan literatur tersebut kemudian diajak bertanya, Lalu, Bagaimana dengan Sistem Pendidikan di Indonesia?

“Pendidikan kita belum memiliki kurikulum untuk menjadi orangtua yang baik, bagaimana menjadi istri yang sholehah, atau suami yang sholeh. Pendidikan di Indonesia sejatinya dapat menerapkan konsep ilmu dalam Islam terutama ilmu yang Nafi’ (bermanfaat).”, Bapak Adian menjelaskan. “Seperti Al Ghazali yang berpendapat bahwa untuk memperoleh pengetahuan ada tiga sumber yaitu dari panca indera, akal, dan wahyu (intuisi). Hal ini berhubungan dengan bagaimana kita menemukan Allah di dalam diri kita. Sesungguhnya di bumi ini terdapat ayat-ayat Allah dan juga ada di dalam diri kita.”

Bapak Adian menjelaskan lebih lanjut dengan memberi contoh mengenai fenomena banjir. Jika kita berpendapat tanpa menyertakan intuisi, kita hanya bisa memandang banjir sebagai fenomena alam karena misal lahan resapan yang kurang dan bisa diatasi dengan mengurangi pembuangan sampah sembarangan ataupun memperluas lahan resapan dengan mengeduk sungai. Berbeda jika kita menyertakan intuisi dalam memandang fenomena banjir tersebut, pemikiran kita akan mengarah ke solusi untuk berhenti syirik, musrik, dan sebagainya.

Potret pendidikan Indonesia yang sudah menggunakan konsep ilmu dalam Islam salah satunya yaitu, Ki Hajar Dewantara yang mendirikan taman siswa dengan tingkatan Taman Indriya (TK), Taman Muda (SD), Taman Dewasa (SMP), Taman Madya (SMA), dan Taman Guru (Universitas). Bapak Adian menjelaskan lebih lanjut bahwa seyogyanya para pendidik seperti guru dan juga dosen dapat menggunakan pola pikir yang menyertakan Allah di dalam diri. Melalui pola pikir seperti itu, pendidikan yang tercipta tidak hanya berhenti di konsep pembentukan karakter namun lebih kepada pembentukan akhlak mulia. Bapak Adian mengajak peserta kajian untuk berpikir, “Dengan mengacu kepada akhlak mulia, kita bisa menjadikan Rasulullah sebagai teladan kita. Berbeda dengan konsep karakter, siapa yang akan kita jadikan sebagai teladan?”.

Kajian aktual diakhiri dengan sesi pertanyaan dan kesimpulan akhir bahwa sebaiknya kita sebagai civitas akademia tidak hanya berfokus menghasilkan lulusan yang pintar namun juga sholeh dan sholehah. Sholeh dan sholehah berarti bermanfaat dan sesuai. Lebih lanjut lagi, konsep yang harus terus diusung adalah bagaimana Universitas Muhammadiyah Malang menciptakan generasi unggulan yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. (/vrt)

Shared: